Busrin ditangkap anggota polisi Polres Probolinggo, Bambang
Budiantoni dan Avan Riado di hutan Mangrove di kampungnya Desa Pesisir,
Kecamatan Sumberasih, pada 16 Juli 2014 lalu.
Proses hukum berlanjut ke pengadilan. Majelis hakim
memutuskan Busrin terbukti menyalahi Pasal 35 hurf e, f, dan g dalam UU No. 27
tahun 2007. Dalam pasal ini diatur soal larangan merusak ekosistem mangrove,
termasuk menebang mangrove di kawasan konservasi. Hukumannya tertuang dalam
pasal 73 yang berbunyi:
“Dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp 2 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar setiap orang yang
dengan sengaja menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove,
melakukan konversi ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan
industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g.”
Menurut Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Slamet Daroyni, majelis hakim
hanya melihat permasalahan secara sepotong tanpa memandang secara holistik.
Faktanya, kebanyakan warga di sana memang mencari kayu bakar dari pohon mangrove
akibat masalah kemiskinan.
“Tidak adil! Tidak ada
rasa keadilan di sini. Hakim hanya melihat sepotong kisah yaitu ada laporan,
ada yang menebang lalu dihukum. Padahal mereka korban dari kebijakan. Akibat
himpitan ekonomi, mereka dengan sangat terpaksa mencari kayu bakar supaya bisa
hidup, daripada mati berdiri. Mereka adalah korban dari tindakan struktural
pemerintah,” ujar Slamet.
Perusahaan PT Bumi Mekar Hijau (BMH) yang menjadi tergugat
penyebab kebakaran hutan di Sumatera Selatan bebas dari semua tuntutan.
Di Kutip Dari Okezone.com setelah Hakim Pengadilan Negeri
(PN) Palembang Parlas Nababan menolak seluruhnya gugatan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan terhadap PT BMH yang beroperasi di Ogan Komering Ilir
(OKI), Rabu (30/12/2015).
Sebelumnya, perusahaan yang diduga sebagai biang kerok
kebakaran hutan yang menimbulkan korban jiwa akibat kabut asap pembakaran,
digugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan menuntut ganti rugi
sebesar Rp 2 Triliun lebih (Rp2.687.102.500.000). Kemudian, Kementerian LHK
meminta dilakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar
dengan biaya sebesar Rp5.299.502.500.000.
Gugatan tersebut dilakukan berdasar adanya kebakaran lahan
pada tahun 2014 di lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT BMH.
Atas vonis bebas atau tidak bersalah dari Hakim Parlas Nababan ini, PT BMH pun
melenggang kangkung.
Bagaimana? Enak kan tinggal di Indonesia?
Share biar mereka pada tau !!!